Profil Desa

29 Juli 2013
Dibaca 1.118 Kali

Desa Wisata Tarumajaya merupakan salah satu dari 50 Desa wisata yang berkembang di wilayah Kabupaten Bandung. Desa Wisata Tarumajaya berlokasi di Kaki Gunung Wayang dengan ketinggian 1.600 – 1.920 Mdpl.

 Mengangkat tema Desa Wisata Edukasi Konservasi Alam Perdesaan, tentu harus menyajikan khasanah edukasi, pelestarian alam, budi daya Pertanian dan peternakan yang berwawasan lingkungan, serta pengembangan seni dan budaya lokal.

Desa Wisata Tarumajaya menawarkan paket kegiatan wisata melalui studi banding atau pun studi tiru dalam hal pengalaman berupa pembelajaran dan interaksi tentang alam, lingkungan hidup, pertanian, perkebunan, wirausaha, kehidupan sosial budaya, sejarah, aneka seni tradisi dan kearifan lokal yang masih mengakar kuat di masyarakat dengan suasana khas peDesaan di lereng Gunung Wayang.

Perjalanan Desa Wisata Tarumajaya diawali pada tahun 2008 dengan predikat sebagai salah satu Desa miskin diantara Desa-Desa yang ada di Kabupaten Bandung, dengan tingkat ekonomi dan pendapatan masyarakat yang relatif rendah serta kehidupan masyarakat Desa yang sederhana. Kondisi geografis Desa cukup terpencil karena kesulitan akses ke wilayah perkotaan dan kondisi lahan milik masyarakat yang kurang dengan luas 97,7 Ha yang terbagi kedalam komposisi lahan pekarangan, perkebunan, daerah aliran sungai dan sebagian kecil pertanian dan peternakan. Kondisi ini sangat memTarumajayahatikan jika melihat luas Desa yang mecapai 2700 Ha, jika di persentase hanya 3,6% lahan milik masyarakat.

Penguasaan lahan terbesar di desa Tarumajaya adalah perkebunan, yaitu PTPN VIII seluas 1200 Ha (43,7%), Perum Perhutani seluas 819,9 Ha (29,9%), dan seluas PT. London Sumatera seluas 627,4 Ha (22,9%) dan hanya 97,7 Ha (3,6%) lahan yang menjadi milik masyarakat. Kondisi ini sangat tidak sebanding dengan kondisi ekonomi maupun sosial kemasyarakatan yang hampir 64% kepala keluarga bekerja sebagai buruh tani, sementara PTPN VIII dan PT. Lonsum yang menguasai lahan yang luas hanya dapat menampung 19% atau sekitar 850 kepala keluarga. Disamping itu terdapat sebanyak 2877 KK miskin atau sekitar 64Ún 1374 KK atau sekitar 30% tidak memiliki tempat tinggal/ rumah.

Kondisi ini juga menjadi latar belakang mengapa warga tetap berusaha menggarap lahan-lahan Negara yang ada disekitar desa, bahkan untuk tempat tinggal saja yang memilih bermukim dibantaran-bantaran sungai, tentu saja ini sangat berbahaya karena kemungkinan bencana banjir bandang ataupun longsor bisa terjadi kapan saja ketika curah hujan sangatlah tinggi.